Liburan semester telah usai. Dan
sudah kuniatkan, bahwa harus ada pelajaran berharga yang bisa kudapatkan. Dari apa
– siapa saja. Termasuk darimu. Hahaha. Sungguh, aku tidak berbohong soal ini.
Dalam kamus otakku, kau termasuk orang yang cuek sekali. Dan sikap
itu, ku rasa sangat kental hingga mendarah daging. Dalam artian, mau
bagaimanapun kondisinya, mau dengan siapapun kau bercengkrama, itulah dirimu. Tapi
hebatnya, kau respondsive sekali. Secara sosial kau lebih jago dibandingkan
diriku.
Satu yang paling aku ingat, selepas
aku mengirimkan pesan panjang sekali dan kau membalas singkat-singkat. Tentu aku sedikit
kecewa, dan sengaja ku kirimkan emotikon yang bisa mewakili kekecewaanku itu. Tapi,
sekali lagi, yang paling kuingat setelah aku mengirim emotikon itu adalah
jawabanmu. Kira-kira begini: “Maaf ya, Mas. Gak enak ya chatingan sama aku?”.
Aku bingung seketika. Mau tertawa
itu takut dosa. Mau nangis itu juga ngapain. Akhirnya aku renungkan jawaban
itu. Sampai akhirnya kesimpulanlah yang menyatakah bahwa aku yang salah. Akulah yang
terlalu egois, menuntut agar pesan ghaib itu selalu dibalas. Setiap aku sapa, kau harus sapa balik. Setiap kuberi semangat, itu berarti kau harus beri semangat
balik. Akhirnya aku berniat minta maaf.
Sebelum kuputuskan untuk mengirim
kata: maaf ya, aku berfikir lama tentang kemungkinan-kemungkinan yang pasti
terjadi. Seperti; minta maaf untuk apa? dan lain sebagainya. Sesuatu yang
tak ingin itu terulang lagi. Oh, ya. Ini sampai jadi puisi loh. Begini:
Aku ingin sesekali merasa bosan telah menjadikanmu segalanya. Aku ingin minta maaf tanpa kau tanyai kenapa.
Akhirnya, fix,
ku kirim kata maaf itu. Wow!! Dan benar saja, selang beberapa jam kaupun membalas:
buat?
Aku
sempat heran untuk beberapa hari. Dan pesan itu belum juga kubalas. Aku berfikir ini
salah siapa. Kok sampai bisa ditebak begini. Apakah saking bodohnya aku, tiba-tiba
minta maaf tanpa sebab yang jelas. Atau memang kau yang kurang peka. Hahaha. Sudahlah,
aku tak terlalu mempermasalahkan ini. Lagi pula, setelah kejadian ini, kau
memposting foto dengan caption yang mak tes tes.
Kira-kira begini: “Bersikap bodo amat terhadap orang yang amat bodoh”
Sejalan dengan ini, beberapa hari
sebelum kembali (ini artinya liburan hampir habis). Aku mencoba mengambil
sesuatu yang lebih darimu. Bahwa, tidak ada gunanya memikirkan sesuatu yang tak
perlu dipikirkan. Berskaplah biasa saja, jangan berlebihan. Jangan juga terlalu
berharap, biar tidak sakit kalau yang kita harapkan tidak kesampaian.
Dan
di akhir tulisan ini, berarti sudah hampir seminggu setelah kita kembali
se-jagat, kita belum bertemu. Dan demi mengaminkan perkataanmu itu, juga janjiku agar tidak lagi
rapuh, sengaja aku tidak mencari-carimu. Tidak menemuimu. Karena aku tahu,
hari-harimu akan lebih padat ketika semua kegiatan sudah aktif seperti ini. Aku
takut mengganggu jam istirahatmu. Aku takut mencampuri jam berhelatmu dengan
rekan sebayamu.
Bukan
masalah, jika sampai sebulan, bahkan berbulan-bulan kita tak bertatap muka. Lagi
pula, kau tak pernah lepas dari pelukan doaku.
0 komentar:
Posting Komentar