Selamat larut
malam. Aku bilang demikian sebab saat menulis ini, tepat pukul 00.23.
Terlalu larut bagi manusia yang tak suka begadang. Akan ku bocorkan sedikit
bahwa tulisan ini nantinya akan berupa-rupa. Dan kau tak usah membayangkan
bahwa akan ada berbagai font yang ku pakai. Maksudku, bahasan dalam tulisan ini
akan beraneka rasa.
Petama, akan ku
lanjutkan soal tulisan sebelum ini. Betapa kemudian realita selalu berkata
demikian. Bahwa, apa yang telah terjadi sisipkan sebagai pelajaran. Ku rasa ini
omong kosong. Dan pada saat yang sama ketika aku mengetik kalimat sampai disini,
aku merasa lemah dihadapan kenyataan. Maka, betapa mirisnya keadaan dimana
rencana berakar api. Sudahlah, ku rasa tak usah kita risaukan itu lagi. karena kebencian
kita terhadap sesuatu, bisa saja membuat kita benci terhadap diri kita sendiri.
Kebencian kita terhadap sesuatu, bisa saja membuat kita benci terhadap diri kita sendiri
Malam ini, sesuai
janji, aku menunggu kedatanganmu sejak usai kegiatan tadi. Singkatnya kau
hadir, seperti biasa, membawa semangat yang luar biasa. Kau tahu? Inilah kenapa
aku selalu suka. Maka kau hadir sebagai rekan paling hangat, membuatku lelap membaca
buku “Ordinary People” Karya Andrea Hirata dengan lahap. Tamat. Ditengah keseriusanmu
menjelajah materi pelajaran sekolah di laptop, kau tahu, fikiranku terus saja
menerka kiranya apa yang akan kutuliskan malam ini.
Dan baru kutemukan
jawabannya sejak aku mulai mengetik ini. Bahwa menulisn itu bukan cuman ilusi,
tapi menulis adalah aksi. Percuma kita rancang sampai macam-macam kalau pada
akhirnya hanya terus berputar dengan rapihnya rencana itu. Sama juga dengan
rindu. Rindu itu aksi. Bukan hanya ilusi yang berlarut membuat kita semakin
layu. Kalau seperti itu, rindu seakan-akan sama seperti virus atau sejenis
penyakit. Bukan! Aku tidak setuju. Harusnya rindu itu aksi. Apa kiranya yang dapat
kita hasilkan dari rindu itu. Semangat, misalnya. Atau karya. Itu hak kita
sebagai perindu.
Dan aku, sekali
lagi, merasa ribuan kali lebih semangat. Aku merasa kita terpojokkan suasana. Malam
yang begitu lengang. Juga suara angin yang sesekali berdesir menyerobot
ventilasi dan jendela yang sengaja dibuka. Udara sedikit panas, hingga kau buka
jaket putih kesayanganmu itu. Aku, sejak tadi, setelah menyelesaikan buku
kuning karya Bung Andrea, terlentang bebas disebelahmu. Sambil memejamkan mata,
membayangkan kau menjambak rambutku yang gatal. Seringkali, hal-hal yang kau
anggap lumrah, mungkin bagiku adalah mustahak.
Kita berkelakar
tentang banyak hal. Sungguh, ini yang aku suka. Pun tadi aku bertanya apakah
kau pernah punya target di tahun ini?. Kau, seperti biasa, sambil tersenyum
lalu berkata bahwa belum sampai situ. Yang kau fokuskan adalah apa yang ada
didepan mata. Bagaimana agar segala tugas dan kewajiban tuntas. Aku mengiyakan.
Tak ada salahnya memang. Karena target hanya milik orang-orang yang belum yakin
dengan langkahnya hari ini. Tapi
aku yakin, seiring waktu kau pasti akan memiliki itu. Satu target hebat dalam
hidupmu.
Okelah, kita
sudahi perhelatan kita kali ini. Aku yakin perhelatan seperti ini bukan tak ada
manfaatnya. Meskipun aku sempat ragu, apakah bertahun-tahun yang akan datan
kita selalu rekat. Ku harap rindu kerap menimpas keraguan itu.
Selamat malam,
0 komentar:
Posting Komentar