Rabu, 22 Januari 2020

Kau pun Akan Menjadi Kenangan


“Kita tidak pernah benar-benar sendiri”.
Begitu kata Fiersa Besari dalam buku Catatan Juang halaman 62.

            Waktu terus berjalan kedepan. Apa yang kita jalani adalah bentuk nyata dari masa depan. Aku sedikit menyimpang soal ini. Dalam benakku, masa depan bukan lagi besok, tapi telah dimulai saat ini. Masa depan bukan sekedar wacana-wacana atau pengharapan dengan berbagai rencana saja. Tapi hari ini, detik ini, telah dimulai yang namanya masa depan itu.

Masa depan bukan sekedar wacana-wacana atau pengharapan dengan berbagai rencana saja. Tapi hari ini, detik ini, telah dimulai yang namanya masa depan itu.

            Kau tentu tahu, bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mengabadikan peristiwa-peristiwa. Sesuatu yang dianggap berharga akan disimpan. Entah lewat foto, tulisan, atau hanya dengan mengingat-ingat. Alasannya dapat ku rumuskan menjadi dua. Adakalanya hal baik dan ada kalanya buruk. Yang baik, tentu berhubungan erat dengan yang namanya bahagia. Maka, seseorang ingin sekali menyimpan peristiwa membahagiakan itu, agar menjadi kenangan. Dan kelak, ketika jiwanya merasa hampa, ia buka kenangan bahagia itu sebagai pelelap tidurnya. Dan soal kenangan buruk, dapat kau pahami sendiri lah.
            Eh, sebentar. Aku yakin gambaranmu akan macam-macam. Maka akan ku arahkan, kurang lebih begini. Seseorang yang mau menyimpan peristiwa buruk, pastilah mereka yang punya kelapangan hati. Sebuah kemampuan untuk menangkap sisi baik dari keburukan. Dan ini seni. Tidak semua bisa melakukan ini. Orang yang seperti ini berarti telah berani menelan pahitnya pengalaman demi manisnya masa depan.
            Sebelumnya sudah saya bilang, waktu terus berjalan. Dan dalam perjalanan itu, tidak menutup kemungkinan, pasti ada lubang-lubang atau bebatuan yang sama. Kalau kita sudah tahu bagaimana ciri-ciri lubang itu, maka setidaknya, kita tidak akan terperosok dalam lubang yang sama. Dan pengalaman buruk, akan tersimpan sebagai pelajaran berharga, bahwa hidup adalah soal introspeksi.
            Pada berbagai kesempatan, termasuk malam ini, aku menimbang-nimbang tentang mereka yang pernah hadir sebagai bahagia, lalu lenyap menjadi duka. Meskipun tidak semua yang hilang adalah luka, tapi bagaimanapun bentuknya, perpisahan selalu berimbas nestapa. Sebenarnya aku tak pernah setuju dengan kata ‘pisah’. Namun, meski kemudian kami masih bisa bercengkama lewat surel, atau media online lainnya, waktu, sekali lagi, tak pernah bisa kembali. Semua akan terlewat begitu saja. Kami semakin menua, dan keakraban itu telah mendua. Lalu terciptalah kenangan-kenangan.

Meskipun tidak semua yang hilang adalah luka, tapi bagaimanapun bentuknya, perpisahan selalu berimbas nestapa.

            Dan secara langsung, tentu ini menyangkut tentang dirimu. Aku, sebenarnya, belum siap ketika esok kita akan bersenda menuai kenangan-kenangan itu. Aku juga belum yakin, kalau aku adalah bagian dari kenangan yang akan kau ingat kelak. Sebatas ini, aku berusaha meredam itu dengan mengingat andilmu membangkitkan semangatku. Dan kau tak perlu mengelak, karena senyummupun termasuk. Bahagiamupun, termasuk. Adamupun, termasuk.
            Nanti, ketika diantara kita terpaut sibuk yang memeluk kita masing-masing. Dan pada akhirnya tak sempat mengantarku – juga kamu – untuk berhelat, atau sekedar menyapa, maka aku akan selalu mengingatmu sebagai daya semangatku. Ini akan abadi, sebagai taruhan hidup dan mati.
            Tahun besok kau wisuda. Itu artinya akan ada dua kemungkinan yang pasti terjadi. Kau disini atau tidak. Aku sudah menyadari itu sejak mengenalmu. Bagiku (semoga kuat), disini atau tidak adalah sama. Yang terpenting bagiku adalah yang terbaik untukmu. Maka, tak pernah aku berdoa supaya kau tetap, atau agar kau begini, begini. Tak pernah. Yang selalu ku mintakan untukmu kepada Tuhan adalah yang terbaik untukmu.
            Pada paragraf paling akhir ini, aku menaruh banyak harap tentang semangatmu. Keberhasilanmu, bahagiamu. Dan, kau tahu, benar kata Bung Fiersa, bahwa kita tidak pernah benar-benar sendiri. Meski seluruh dunia menjauhi, kenangan akan hadir sebagai hangat yang selalu menemani. 

Selamat malam,





0 komentar:

Posting Komentar