Senin, 13 Januari 2020

Leksikon Kerinduan



            Sebenarnya sudah lama aku merencanakan hal itu. Bahkan bisa kulakukan setiap hari, kalau aku mau. Tapi pertimbanganku, itu berlebihan. Bisa saja ku titipkan salam lewat Tio, rekan sekamarmu yang juga temanku dikelas diniyah. Atau lewat Ma’arif. Atau lewat siapapun yang bisa saja kumintai tolong menyampaikan salamku kepadamu. Tapi kembali lagi, ku rasa itu berlebihan.
            Kau selalu baik, aku tabik. Sehingga aku mengurungkan banyak niat kebodohan hanya karena agar kau selalu senang. Tenang dengan sejawatmu, tanpa perlu memperdulikan sikap-sikap yang tak perlu. Ah, kau bahkan selalu tak peduli dengan rayuanku. Kau selalu tahu porsi, bersikap baik dan bicara berisi.
            Sampai aku lelah karena terus merasa kalah. Segala perasaan yang berkutat pada rindu selalu – seakan-akan – memaksaku untuk kita bertemu. Dan itu melelahkan. Memeras fikiran dan menjemur perasaan pada kefana’an. Kau bahkan tetap seperti sedia kala. Tak pernah fikir panjang menyoal kegilaan yang tentunya tak berguna.
            Sebagai bayarnya, aku mendoakanmu. Selalu. Aku ingin kau tersenyum dan semangat.      Aku ingin kau menjadi hebat. Bukankah itu yang diharapkan dari seorang pecinta kepada yang dicintainya? Menyoal perhelatan, senyum dan cerita, itu bonus. Sebagai penenang gundah. Akan sangat magis andai saja hal itu kita tolak. Disamping kita sama-sama faham bahwa manusia memang tercipta sebagai makhluk yang memiliki keinginan masing-masing.
            Terakhir, kemarin malam. Sungguh, aku telah bersabar dalam penantian-penantian. Atau berserah kepada rindu yang tak lagi punya iman. Niatku sudah bulat untuk mengirim salam kepadamu. Hah! Tapi urung lagi! aku baner-benar tidak mau kau tidak enak hati. Aku tak mau hadir sebagai pengganggu dalam hidupmu. Tapi rindu ini terus mendesak!
            Selang beberapa waktu, tanpa sengaja, kita bertemu. Kau membawa bingkisan untukku entah apa. meskipun pada akhirnya akan kubuka dan ku makan. Terimakasih, sungguh. Soal ini, aku mengaku bodoh untuk menuliskannya. Aku tak bisa mengungkapkan betapa senangnya diriku, betapa tuntas luka rinduku yang lalu.
            Aku ingin kita selalu baik sebagai manusia yang baik-baik.


0 komentar:

Posting Komentar