Dua hari ini hujan
belum turun. Dan sore sudah terlewati seperti sedia kala. Langit merah dengan
senja yang manja. Tapi bagaimanapun juga, mendung adalah peristiwa yang sedikit-banyak
ku rindukan. Mengenai syahdunya air hujan membasuh daun-daun, juga atap dan
segala yang menetap.
Bersamaan dengan
itu, hari-harimu sepertinya menyenangkan. Tak pernah lempar kabar berarti
tawamu semakin mekar, dan lapangku semakin lebar. Aku bahkan tak pernah sanggup
melihatmu diam tanpa kuluman di bibirmu. Atau kerutan-kerutan manja yang
mengakar pada setiap ceritamu. Jangankan sekali, selamanyapun aku sanggup
menjadi duka yang bisa membahagiakanmu.
Kau jangan khawatir. Bukankah aku selalu bilang
bahwa jika kau butuh apa-apa, bilang aku. Tentu aku akan membantu. Aku tak
ingin kau kerepotan dan terlalu riuh memintal keadaan. Kau tidak sendiri. Ada kita.
Dan barangkali, akulah yang perlu kau khawatirkan. Aku selalu berharap setiap
detik adalah dirimu. Detak jarum jam menyebut namamu. Bahkan hembusan nafas
atau aliran darahku mampu merapal keadaan kita masing-masing.
Dua hari ini kau
telah lempar senyum. Dan aku menimpali senyum juga seperti seharusnya. Hati gundah
dengan rindu yang luluh. Tapi bagaimanapun juga, temu adalah candu yang telah
banyak membekaskan haru. Menyoal tingkah yang menawarkan banyak hal, juga nama
dan hati yang rebah.
Selamat malam,
kusampaikan. Karena angin sepertinya lelah kupaksa membuntutimu. Tapi ia tak
pernah bilang. Aku tahu hal ini dari gerah yang bertolak meski angin kencang. Akakn
kubiarkan segalanya mengambang sebagai angan-angan. Tapi aku yakin, suatu saat
pasti akan kuucapkan dan kau khusyuk mendengarkan.
Senyummu. Oh,
senyummu! Jangan sampai kau bawa hal itu pada kebinasaan. Kau tahu? Bulan tak
akan berpijar tanpa bantuan mentari. Langit tak akan gemilang tanpa adanya
bintang. Sepertinya kita senasib soal ini. Saling berkaitan.
“Berkaitan bagaimana?”
“Tidak tahu!”
0 komentar:
Posting Komentar