Jumat, 10 Januari 2020

Selamat! Kau Telah Meloloskanku Dari Sekarat!



            Berbohongnya tindakan kita terhadap perasaan kita sendiri, dengan alasan apapun, ternyata tetap saja merugikan. Malah lebih parah ketimbang resiko yang kita perkirakan kalau saja kita turuti perasaan itu. Selain pada dasarnya berbohong memang tidak baik, terkadang ego itu perlu dipertimbangkan. Tidak melulu kemauan kita harus dituruti. Tidak selalu apa yang kita hindari musti kita musuhi. Kau mungkin tahu, kemana arah perbincangan ini.
            Mulanya aku keras kepala. Aku bertekad tidak akan menemuimu dengan cara apapun. Mengunjungi bilikmu, atau menyandarkan pertemuan kita pada keperluan-keperluan yang sebenarnya tidak penting. Bakan ketika melihatmu, sudah kuyakinkan, tidak akan kusapa dirimu. Terkesan seperti benar-benar membencimu memang. Tapi aku percaya, dengan semakin membencimu, kelak, aku akan lebih menghargaimu.
            Tapi aku salah soal itu. Tidak ada baiknya segala sesuatu yang berbau kebencian. Terlebih yang kulakukan adalah memaksa. Aku memaksa diriku agar membencimu. Aku memaksa kakiku agar tidak melangkah menujumu. Aku juga memaksa mataku agar lekas berpaling ketika melihatmu. Tapi segala usaha itu semakin membuatu sesat; sesak.
            Meskipun aku berjalan dengan langkah kuat, tapi setiap tapak adalah tangisan. Akupun kerap menyalahkan diriku sendiri kalau sudah mencari keburukanmu. Setelah kupikir-pikir, bukan itu langkah yang tepat. Kau tahu, bagaimanapun juga, berhelat denganmu baik-baik adalah cara terbaik. Dan kau perlu tahu, kuperoleh segudang pemahaman ini darimu. Tentang bersikap sewajarnya. Jangan berlebihan dalam berharap. Dan banyak hal.
            Maka dalam beberapa kesempatan, ketika waktuku luang dan aku ingin menemuimu, ku temui saja dirimu. Tanpa perlu berbohong dan membuat bertele-tele alasan agar terliat kuat. Tidak perlu seperti itu. Karena definisi rapuh adalah membohongi diri sendiri. Dan mengaku rapuh adalah bentuk nyata dari kebodohan.
Karena definisi rapuh adalah membohongi diri sendiri. Dan mengaku rapuh adalah bentuk nyata dari kebodohan.
            Nyatanya, semua baik-baik saja. Kau tetap tersenyum seperti sebelumnya. Bahkan lebih mekar dan tentu sangat menyenangkan melihat kulum bibir itu. Juga tingkahmu, ucapanmu yang singkat-singkat seperti dalam chatingan kita itu. Aku suka sekali. Aku bersyukur telah merindukanmu. Aku bersyukur karena darimu, aku belajar dan menemukan jawaban atas masalah-masalah yang menyerang perhelatan kita.

            Intinya, selamat berbahagia untuk diriku sendiri. 

0 komentar:

Posting Komentar