Sabtu, 31 Agustus 2019

Sebuah Usaha Mendikte Kerinduan


Lagi-lagi, malam ini, aku ingin berbicara tentang rindu. Sebenarnya,ingin kurenggut semua yang berporos pada rindu, tapi tak bisa. Seakan rindu adalah sukma dalam ragaku, darah yang mengalir dalam tubuhku. Akhirya ku biarkan saja, semaunya.

Tapi kadang, entah sengaja ayau tidak, rindu mengelupas semangat yang telah kubangun bertahun-tahun. Begitu saja. Meski sudah kuberikan dia segalanya, rindu kadang tetaplah sebuah perasaan yang mirip manusia kelaparan. Apa saja dimakan.

Pada situasi seperti ini, aku bicara pada diriku sendiri tentang bagaimana cara meneguhkan kembali benteng itu. Apa yang kurang selama ini. Haus bagaimana lagi agar jiwa tak mudah goyah. Dan kami kerap kali bertengkar tentang setuju-tidaknya kalau rindu dimusnahkan. Aku bilang tak perlu lagi ada rindu, karena banyak sekali korban olehnya. Tapi nuraniku berkata rindulah yang bisa mempertemukan kita dengan segala sesuatu, termasuk Tuhan.

Aku mengaku kalah. Dalam hal ini, rindu boleh bersejahtera mengemas kesilauanku pada cinta. Tapi jangan sampai dia seenaknya menggibas kesempatanku mempertahankan cita. Dan untuk yang kesekiankalinya, aku percaya pada nurani.

Aku sempat berfikir kapan kiranya rindu ini membuatku terbiasa. Karena bagaimanapun, sehebat apa seseorang, kalau rindu datang dengan ulahnya pasti kerepotan. Kalah dengan sendirinya. Lemah.
Dan untuk yang kesekian kalinya, aku berkata banyak soal rindu. Aku punya mimpi kalau suatu saat akan meneliti kerinduan. Meng-kaji rindu dari segala sisi keilmuan. Dan kurasa, aku pasti bisa. Rindu selalu terasa istimewa meski pernah menyanjungku dengan luka.

Dan malam ini, ada banyak kerinduan yang ingin kusemai. Banyak sekali. Dirimu, kau, sampean, dikau, kamu, engkau, koe, dan banyak lagi.
Entah siapapun dirimu, aku merindukanmu.



0 komentar:

Posting Komentar