"Daripada aku menyesal telah membuang bayangmu, aku lebih memilih meyesal telah mengingatmu"
Soal
berbagai peristiwa yang sering tersekap oleh kegelapan hati, menggumpal pada
titik kepenatan diri. Akan bisa terlupakan, dikit demi sedikit, dengan terus
saja mengikuti apa yang seharusnya kita lakukan. Tanggung jawab, kesenangan,
selingan, dan apapaun yang ingin dan bisa kita lakukan, lakukan! Selagi masih
dalam koridor yang benar.
Sebenarnya
susah atau tidak, sedih atau tidak, rindu atau tidak, dan segala macam perasaan
adalah dalam kendali kita. Jika kita ngijinkan itu terjadi, maka terjadi. Dan tentu
saja, aku masih merawat baik-baik perihal rindu. Betapa, meski kadang menyiksa,
rindu selalu terasa nikmat. Bahkan, selalu ada kerinduan-kerinduan baru. Atau setidaknya,
rindu yang telah mengakar terus berkembang menjadi sebuah umpatan, syukur, atau
sekedar tulisan-tulisan ringan.
Tadi,
selepas perhelatan milik rekan-rekan dilantai dua, aku sempat melihatmu
berjalan menuju bilik. Menggunakan kaos belang kesukaanmu. Dan tentu saja, kali
ini aku memanggilmu. Karena memang kau sendiri, tidak dengan teman-temanmu. Aku
berusaha memanggilmu, tapi kau tak tau. Mungkin tidak mendengar, atau apa, aku
belum bisa memastikan. Sampai pada akhirnya kau benar-benar memasuki bilik itu.
Aku biarkan. Setidaknya dapat kupastikan kau ada.
Dan
selalu, perihal remeh seperti itu melekat dalam ingatan, angan-angan. Dan satu-satunya
cara melepas itu dengan perlahan adalah menuliskannya ketika malam seperti ini.
Memang, seperti yang telah aku sampaikan dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Bahwa
malam selalu suka menari-nari, seakan selalu berupaya membuatku bisa nyenyak. Hitam
pada langitnya, seringkali memberiku tawaran gambaran tentangmu.
Kadang
aku sempat berfikir, mau sampai kapan dirimu melekat dalam bayanganku?. Sempat
aku ingin mengusirnya. Tapi angin bilang kalau membuang bayangmu adalah sesuatu
yang sangat disayangkan. Aku meng-iya-kan. Daripada aku menyesal telah membuang bayangmu,
aku lebih memilih meyesal telah mengingatmu.
Kepada, yang pernah meminjamkan
Separuh bagian dari hatinya.
Aku ingin berteimakasih
Telah memberiku banyak kasih
Luka-luka yang sempat ada
Telah ku olah menjadi kata
Suka-suka yang dulu selalu kita jaga
Kini ikut petualanganku menulis cerita-cerita
Sampai
pada titik dimana pehaman tak akan pernah menemukan induknya. Perhelatan kita,
yang sebentar-sebentar itu rupanya telah membangunkan kesepianku. Meskipun setelah
kau pergi, sepiku tidur lagi, aku tetap berharap bisa nyenyak. Kemudian dibangunkan
olehmu. Kalau tidak, keturunanmu. Kalau tidak, olehlah orang yang mirip
denganmu.
Karena
mungkin, semakin sering kita merindu, semakin kuat khayalan kita tentang segala
seuatu. Tentang dikirimnya kau yang kedua, misalnya. Meski tak mungkin. Layaklah,
jika khayalan tetap saja khayalan. Kemungkinan terjadi sedikit sekali.
Dan, selamat malam.
00.05 – 03 Juli 2019
0 komentar:
Posting Komentar