Ini malam ke-sekian aku menulis soal
rindu. Dan kurasa, tak ada sela dan
alasan untuk tidak bisa merasakan kerinduan. Tidak bisa mengelak, bagaimanapun
rindu tetaplah rindu. Rasa yang muncul tiba-tiba, tanpa aba-aba. Meski kita
belum siap pun, rindu tetap menyergap.
Selaksa kisah
yang menjadi hanyut dan bertalu-talu membuat kita semakin yakin, bahwa ada hal
lain yang lebih bermanfaat ketimbang terus saja dirumpang rindu. Nyatanya,
semua pasti punya kesibukan. Dan rindu, bukan secuil bagian dari kegiatan itu. Rindu
hanyalah sebuah alasan kenapa seseorang tak ingin sendiri dan ditinggalkan. Rindu
bukanlah dogma agar seseorang bisa mewujudkan segala yang ia inginkan.
Lambat laun,
seperti yang telah saya ucapkan tadi, bahwa akan ada saat dimana kita
benar-benar dibuat hila oleh rindu. Selalu saja memikirkan apa dan siapa yang
kita rindukan. Kegiatan inti selalu kalah. Padahal jelas-jelas tak ada
manfaatnya bagi kita, malah menuat badan kurus dan pikiran mrupus.
Dan pada akhirnya,
rindu akan muncul sebagai spirit baru. Tranformasinya akan sangat cepat ketika
benar penanganannya, penyikapanya. Rindu akan menjadi semacam pendongkrak dan
pijakan kita meraih segalanya. Bahkan, rindu bisa serupa tuntutan agar kita
berhasil menggapai sesuatu.
Dari sekian
banyak yang ingin saya katakan, ternyata intinya hanya satu. bahwa kunci
keberhasilan dan penyikapan yang sebenarnya hanyalah ada pada hati. Selama kita
mengizinkan hati kita tersakiti, maka kena juga. Kalau kita tak mengizinkan itu
terjadi, maka ya terbebas.
Begitupun rindu,
selagi kita terus berusaha mendidik rindu dengan pergumulan yang baik, maka
rindu akan muncul sebagai energi positif. Dan sebaliknya.
Sempai saat ini pun, bisa jadi
tulisan ini tak akan pernah ada ujungnya. Aku berharap jika suatu saat kita
bisa mengenang segala resa yang terasah menjadi kisah. Kita dapat menjiwai
kembali larik-larik tawa yang berjalan apa adanya.
Itu saja,
untuk malam ini. Selamat Malam, Sayang...
0 komentar:
Posting Komentar