Malam ini aku ingin bercerita
tentang seseorang. Kami baru kenal, baru akrab. Belakangan, kami sering
berhelat dalam kerja sama pembuatan kartu tanda santri. Hanya satu pekan. Tapi
bagiku, itu lebih dari cukup untuk membuat kami akrab.
Aneh sebenarnya. Tapi
inilah hidup. Bahwa, tidak perduli dari siapa pelajaran kehidupan bisa kita
dapat. Dari seseorang yang umurnya jauh dibawah kita sekalipun. Tidak perduli. Barangkali
dari mereka, kita akan mendapat sesuatu yang belum pernah kita dapatkan. Kita
bisa mendengar cerita-cerita yang belum sempat kita dengarkan. Dan banyak hal.
Sangat berharga.
Jauh sebelum ini, aku
jadi ingat bagaimana sikap diamku beberapa tahun lalu. Lebih suka sendiri,
sering berdiam diri. Bagiku, dulu, berbincang dengan orang adalah pantangan.
Aku lebih senang mendengar ketimbang menjawab pertanyaan-pertanyaan. Aku lebih
nyaman memperhatikan ketimbang diajak bercengkama.
Sampai saat ini, aku
belum menemukan raut malas pada wajahnya. Auranya selalu semangat.
Ceria,menyenangkan. Kalau pas serius, lekuk wajahnya menggemaskan. Terkesan
manja. Hehehe.
Akhirnya, disatu
kesempatan, aku mencoba bertanya tentang apa yang membuat dia selalu semangat. Dia
menghela nafas sejenak. Berhenti mengetik sesuatu di laptop. Lalu memandangku
serius. Seakan bertanya: ngapain kepo? WKWKWK. Tapi matanya indah.
Dia bercerita sedikit
tentang kehidupannya sebelum masuk pesantren. Dia bilang, dirinya termasuk anak
yang banyak tingkah. Disekolahnya dulu, terkenalnya begitu. Akhirnya entah
karena apa, dia ingin masuk pesantren. Tanpa paksaan siapapun. Begitu katanya. Namun
hemat saya, karena mas-nya dulu juga mondok, barangkali dia punya keinginan itu
sejak lama.
Belum cukup dengan cerita
itu, aku mencoba bertanya tentang hal lain. Salah satunya adalah soal
cita-cita. “Apa cita-citamu?”. Kali ini dia menatapku dengan tersenyum:
“Cita-cita, Mas?”. Aku meng-iyakan. Kemudian
dia menjawab dengan tegas: “AKPOL”. Kami saling menatap. Sama-sama
tersenyum. Dalam batin, aku berdoa semoga yang terbaik.
Sejak
saat itu, aku tak perlu lagi megutarakan alasan kenapa kami akrab. Kadang, karena kamarku di lantai dua, tepat sebelah
gerbang, seringkali aku melihat kebawah waktu jam buka. Kadang, dudapati dia berjalan keluar bersama
rekan-rekannya, atau sendiri. Bahkan, sering juga ku tengok kamarnya dari atas sini. Membayangkan kiranya apa yang sedang ia lakukan sekarang.
Dan entah, setiap saat aku ingin selalu bersamanya. Tapi semua itu terbendung berbagai kenyataan dan kemungkinan. Kami punya kesibukan masing-masing. Aku juga sangat tidak tega jika kuajak dia ngobrol malam-malam setelah kegiatan. Pasti lelah. Besok pagi sudah sekolah. Pulangnya hampir jam 3-an. Padat sekali.
Dan entah, setiap saat aku ingin selalu bersamanya. Tapi semua itu terbendung berbagai kenyataan dan kemungkinan. Kami punya kesibukan masing-masing. Aku juga sangat tidak tega jika kuajak dia ngobrol malam-malam setelah kegiatan. Pasti lelah. Besok pagi sudah sekolah. Pulangnya hampir jam 3-an. Padat sekali.
Dan
entehlah, aku hanya ingin bercerita saja. Barangkali dengan menuliskan sebagian
kisah ini, ada hal baik yang bisa kita ambil. Barangkali. Dan tentunya, dikesempatan lain, aku akan kembali menceritakan bagian kisah lainnya.
Semoga bermanfaat. Terus semangat!
0 komentar:
Posting Komentar