Aku selalu menyesalkan kenapa kau tak pernah mau kuajak berhelat. Padahal, kau tahu, tidak ada maksud apapun dalam hangat kita kecuali memastikanmu baik-baik saja. Kau bahkan tak akan pernah tahu kenapa aku begitu mengkhawatirkanmu. Setiap malam kepalaku pening, terlalu keras menerka bagaimana kau sekarang ini. Dadaku sesak, sibuk menahan degub rindu yang semakin malam kian mendebar. Dan mataku nanar, tak bisa tidur. Lantas, karena terlalu pilu, aku selalu sibuk mendoakan kebaikanmu.
Tapi keadaan
membuatku berfikir puluhan kali soal ini. Benar aku menyayangimu, tapi ada yang
lebih berhak kau tanggapi kasihnya. Betul, aku menghkawatirkanmu, tapi aku juga
tidak boleh egois dengan memaksamu terus ada bersamaku. Nyaman memang
menyusahkan. Tapi dia juga tidak pantas disalahkan.
Kadang aku
juga heran dengan situasi seperti ini. Kenapa bisa seperti ini? Kenapa aku
mengenalmu? dan beribu pertanyaan paling mendasar yang mengorek tentang
;kenapa caraku mengenalimu seperti ini’.
Sudahlah, satu
waktu, aku pernah melihat aku dan kau sebagai orang lain. Aku orang asing dan
kau juga. Kita sama-sama punya mimpi. Sama-sama punya cinta-cita. Kau punya
keadaan yang sangat kau suka atau tidak suka. Begitupun aku. Maka, aku
bercermin lalu berdoa agar kau, selalu baik-baik saja.
Senyummu
adalah lambang peristiwa
Aku bisa
bangun setelah jatuh berdarah
Kemudian kau
bergumam entah apa
Sambil mulai
berdiri, aku berharap kau mendoakan keselamatanku
Sentuhanmu
adalah lambang peristiwa
Aku bisa tidur
setelah lama insomnia
Sejak sentuhan
pertama, aku berharap
Semoga kau
betah berlama-lama
Tatapanmu
adalah lambang peristiwa
Aku bisa
semangat setelah terpenjara
Namun, aku
curiga
Barangkali, bening
matamu akan lenyap tergilas masa atau masalah-masalah.
0 komentar:
Posting Komentar