Entah
suka atau tidak dengan tulisan ini. Aku hanya ingin mengakui kalau malam ini aku
tidak lagi merasa kalah. Apalagi menang, tentu tidak mungkin. Tapi, biar ku
pertegas lagi. Tidak ada menang atau kalah. Dalam kisah ini, perasaan harus
bisa diikat dan dilumat dengan baik. Meskipun kadang perlu waktu yang lama,
tapi nurani, aku yakin, akan selalu menunjukkan jalannya.
Baru
sadar aku, betapa tidak manusiawinya segala yang aku rasakan belakagan. Belakangan
aku hanya menuruti ego. Ego yang menjadikan aku berfikir bahwa segalanya adalah
tentangmu. Tentangmu yang selalu bisa membuatku semangat. Semangat yang setiap
saat bisa lebur saat aku sedang rindu senyummu.
Tidak
wajar, bukan? Tapi untungnya kau selalu bisa mengerti (meski tak pernah bilang
kepadaku, setidaknya aku tahu dari caramu bersikap). Kau selalu tahu posisi. Kau
selalu bisa menempatkan sesuatu sesuai porsi. Kau selalu mengalah akalu aku tak
enak diri.
Tapi
belakangan, kau tentu tahu, aku selalu mendramatisir segalanya. Ibarat memuji
seorang putri yang jelita, aku mulai berpuisi. Dan itu yang mungkin saja
tersingkap, aku mengindahkanmu terlalu kerap. Aku selalu mengait-kaitkanmu
dengan semangat, nyaman, atau apalah. Seakan-akan kau harus bisa memahamiku. Seakan-akan,
kau harus tahu perasaanku.
Padahal,
apa yang kita hadapi berbeda. Latar belakang kita berbeda. Pondasi kita
berbeda. Dan aku, bahkan, seringkali menemukan hal-hal baru dan banyak alasan
kenapa keu begitu teguh pendirian. Kau terlihat kuat dari segala umpat. Kau
nampaknya bisa selalu tenang ketika desas-dasus menerjang. Tapi yang harus aku
pastikan adalah, masa depan kita harus sama. Sama-sama bahagia. Sama-sama
menikmati manis setelah berpahit-pahit.
Dan
umurmu sudah renta rupanya. Itu yang aku khawatirkan. Kalau-kalau kau jadi
berjuang, pergi ke tempat lain. Dan usiaku memang sudah tua. Tetapi keegoisan
itu nampaknya belum bisa hilang semuanya. Aku ingin kita tetap bersama. Seudara.
Ah,
sudahlah. Maafkan keegoisanku pada paragraf sebelum ini. Seharusnya tidak
seperti ini caraku berteman denganmu. Seharusnya tidak setolol ini aku
menyayangimu.
Aku
berharap. Dan kurasa, tulisanku memang selalu menyertakan harapan diparagraf
paling akhirnya. Semoga kita selalu diberikan ketenagan hati dan fikiran. Kekuatan
jasmani dan ruhani. Semoga, tak ada lagi penyakit-penyakit yang bisa merusak
tujuan akhir sebuah pertemanan.
Ya,
semoga
0 komentar:
Posting Komentar