Rabu, 06 November 2019

Datang


                Sampai bingung aku mau menuliskan bagian yang mana, atau sudut pandang seperti apa. Mau kubuat senang, bisa. Dibuat sedihpun sangat bisa. Wkwkwk. Karena memang malam ini aku kalut sekali. Selepas kegiatan, sengaja aku keluar rumah membeli permen dan jajanan kecil ditoko depan. Aku berniat menghabiskan bacaanku yang tinggal seperempat terakhir malam ini.

                Tidak ada sama sekali kerisauan tentang dirimu. Sungguh, aku merasa lebih lapang. Tidak hadirnya kau, kuanggap sebagai kesempatanmu untuk beristirahat. Toh, masih ada fotomu dengan berbagai ekspressi yang memang aku simpan dalam file khusus. Meskipun beda, antara denyutmu dan (sekedar) fotomu, tapi kiranya itulah yang bisa membantuku menerka: sedang apa kau sekarang.

                Aku sedang fokus menatap tulisanku sendiri. Tiba-tiba, ada suara ketukan pintu yang keras, cepat. Aku segera menandanginya. Dan alangkah terkejutnya aku ternyata dirimu. Tentu aku senang. Kau datang disaat yang tepat. Tidak sangat berharap, juga tidak sangat ingin melupakanmu. Maka, kedatanganmu adalah dalam keberuntungan, bagiku, entah kau.

                Soal dua tulisan sebelumnya, ini dan ini, aku juga tak terlalu berharap kau membaca. Pun aku sudah menjelaskan, perihal menunggu kedatanganmu tidak melulu menyesakkan. Kau mengiyakan. Betapa kemudian kau merasa aku berlebihan, itu milikmu. Juga, aku sudah mempersiapkan terkaan itu yang barang tentu akan kau luncurkan kepadaku sewaktu-waktu. Berlebihan.

                Kapan kita semalam?

                Kau mencari bahan bacaanmu, sejuk sekali. Dan aku, tetap melototi buku tebal karya Pramoedya. Sesekali kutatap wajahmu; matamu. Sama-sekali kau tidak menoleh sebelum kuputuskan sambil memanggilmu, Mil!.

                Selepas kita berhelat, sebenarnya, aku ingin mengajakmu larut. Kita rebahan. Menutup mata sambil mulut senantiasa berkata. Kemudian lelah. Sebenarnya bisa kulakukan sendiri, tapi tidak kali ini. Aku ingin mengajakmu (kalau mau). Aku ingin benar-benar melawan dingin bersamamu. Tapi urung. Aku belum berani menanggung akibatnya jika saja kau jawab untuk yang kesekian kalinya;"Tidak!"

Kenapa? Untuk apa?
Aku belum yakin bisa menjawabnya.
                Kau tentunya tahu tentang ‘nyaman’. Untukku, aku hanya bisa mengusahakannya. Bagimu, kau bebas seperti apa menanggapinya.

Selamat malam,
dan sebentar, diakhir tulisan ini, masih saja kurasai hangat tanganmu sejak salam tadi. Juga senyummu, semakin dekat. Memberikan beribu semangat untuk aku terus melangkah. Apa mungkin kau juga sama?

Dan, kau harus semangat! 


Selamat malam, 

0 komentar:

Posting Komentar