Minggu, 03 November 2019

Ketika Sadar



Ternyata, belum cukup dengan talu-taluan rindu. Rasa bersalah kemudian memberiku satu pertanyaan; “Dengan apa kau akan membuktikan?”. Dan sudah barang tentu aku belum mampu menjawab itu. Sebagaimana tanah yang selalu berada dibawah, terinjak-injak, ia tak bisa mengelak kecuali hanya pasrah. Cara dia menolak adalah diam. Sampai dunia bena-benar tahu kalau tanah adalah salah satu elemen paling penting yang menopang kehidupan manusia. (apa pula hubungannya. Huft!)
Dan kini, aku ulangi lagi, aku merasa bersalah telah merindukanmu. Aku merasa bodoh telah berharap lebih pada perasaan yang absurd. Meskipun pada seluruh kata-kata yang pernah kususun (walau sedikit-banyak adalah saduran) masih saja mengandung permohonan agar kau sedia. Tetap menyimpan harapan terdalam agar waktu membawaku bersamamu pada titik jenuh, yang memaksaku berkata tentang segalanya dengan jelas. Intuisi.
             Setelah itu, mungkin, baru ku tahu bagaimana rasa rindu seutuhnya. Bagaimana rasa sayang sepenuhnya. Dan kalaupun tidak, maka aku akan mengerti seperti apa sakit yang melegakan. Seperti apa elegi yang nyenyak dan mendamaikan.

            Bukankah, hal paling indah adalah yang sebenarnya?

            Sampai detik ini pun, aku masih merasa kalah. Tapi bukan berarti aku menyerah. Kau tahu? dari sekian banyak tulisanku adalah buangan emosi agar aku tenang. Adalah luapan amarah agar kemudian aku bisa berdiri kembali menanyai segala tentangmu. Perihal kekalahan, adalah bagaimana agar bisa kembali menyusun rencana.

Selamat malam, 

Jombang, 01.55 / 04 November 2019
             

1 komentar: