Aku sempat menyesalkan kenapa hidup melulu soal pertemuan dan perpisahan, datang dan pergi, ada lalu tiada. Hal-hal yang membuat kita tenang, dapat dipastikan hilang. Peristiwa yang membuat kita nyaman, dalam beberapa waktu akan lengang. Mengapa seperti itu?
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Ya beginilah
dunia. Maka, demi kelestarian niatan baik, hati harus terus dilatih agar
akhirat tujuannya. Melakukan apa-apa karena Allah. Tidak akan abadi bahagia
kita jika masih bercampur perihal dunia. Tidak akan lama nikmat kenyamanan jika
dunia masih bersemayam. Kalaupun kita paksakan, pasti sesak, resah, tidak
tenang.
*****
Hari ini pembagian
raport diniyyah. Sehari lalu raport takror. Ada perasaan lega sebenarnya. Tentang
kuatnya saya dan rekan-rekan satu kelas sampai tuntas satu semester ini. Namun disatu
sisi, ada semacam kekhawatiran, rasa bersalah, atau apalah yang ujungnya kembali pada pemahaman bahwa saya yang kurang maksimal.
“Yang pertama,
saya mimnta maaf jika dalam satu semester ini banyak salah. Ucapan saya banyak menyakiti hati kalian. Tindakan saya membuat kalian resah. Saya minta maaf.
Yang kedua, saya berterimakasih karena kalian sudah mau mengikuti pelajaran
saya. Antusias, semangat, senyum, kadang juga ramai, semua tentang kalian
membuat saya berfikir ribuan kali supaya besok lebih baik lagi”.

“Tetap jaga
akhlaq. Kegiatan boleh libur, diniyyah boleh libur, tapi akhlaq tetap dihati. Ubudiyyah
nomorkan satu. Jadikan liburan ini kesempatan kita untuk Birrul walidain”.
Sebenarnya berat mengatakan kalimat semacam ini. Tapi harus dilakukan. Mereka harus
tahu nilai-nilai itu. Jangan sampai mereka tidak tahu kalau mereka berbuat
salah. Jangan sampai mereka tidak merasa kalau yang dilakukan keliru.
“Salam kepada
orangtua di rumah, assalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh”
Raport mulai
diterima satu-persatu. Ku tandatangani bergantian, lalu sekedar menuliskan kata ‘semangat!’
pada kolom yang tersedia. Setelah itu bersalaman, dan pergi bergerilya. Setelah
habis, tinggal aku sendirian yang ada di dalam ruangan kelas, ada sedikit
harapan sebenarnya. Tentang kembalinya mereka, kemudian berhelat lama-lama
menceritakan apapun yang telah mereka alami dan perencanaan yang akan terjadi
waktu liburan nanti. Manusiawi.
Aku keluar kelas, menuruni anak tangga sambil menjatuhkan perasaan-perasaan khawatir tadi. Juga harapan-harapan tadi. Aku sadar bahwa tugasku tidak lebih dari perantara menyampaikan materi. Tidak lebih dari menyebarkan informasi tentang kebaikan dan akhlaq. Aku hanyalah seseorang yang terus ditempa berbagai problema apik. Tidak pantas jika berharap lebih. Tidak pantas jika terlalu merasa memiliki.
Aku keluar kelas, menuruni anak tangga sambil menjatuhkan perasaan-perasaan khawatir tadi. Juga harapan-harapan tadi. Aku sadar bahwa tugasku tidak lebih dari perantara menyampaikan materi. Tidak lebih dari menyebarkan informasi tentang kebaikan dan akhlaq. Aku hanyalah seseorang yang terus ditempa berbagai problema apik. Tidak pantas jika berharap lebih. Tidak pantas jika terlalu merasa memiliki.
Bagaimanapun juga,
adanya mereka sangat membantu perjalananku memehamai bagaimana seharusnya aku
hidup. Melihat tingkah yang warna-warni, tentu memobilisasi daya cernaku. Tidak
ada yang perlu disesalkan. Yang ada, adalah perlu diperbaiki dan ditingkatkan.
Maka, ketika aku
berjalan melewati halaman pesantren yang luas, angin mengingatkanku bahwa cara
terbaik untuk menemani langkah mereka adalah dengan do’a. Semoga manfaat dan
barokah. Toh, tidak ada harapan lain dari seorang pengajar selain melihat
murid-muridnya bahagia dan sukses.
Selamat berlibur,
Salam hangat dariku, Jombang, 15 Desember 2019
Salam hangat dariku, Jombang, 15 Desember 2019