Sabtu, 07 Desember 2019

Kurasa, tulisan ini memang tak perlu foto dan judul

Aku selalu menyesalkan kenapa kau tak pernah mau kuajak berhelat. Padahal, kau tahu, tidak ada maksud apapun dalam hangat kita kecuali memastikanmu baik-baik saja. Kau bahkan tak akan pernah tahu kenapa aku begitu mengkhawatirkanmu. Setiap malam kepalaku pening, terlalu keras menerka bagaimana kau sekarang ini. Dadaku sesak, sibuk menahan degub rindu yang semakin malam kian mendebar. Dan mataku nanar, tak bisa tidur. Lantas, karena terlalu pilu, aku selalu sibuk mendoakan kebaikanmu.
Tapi keadaan membuatku berfikir puluhan kali soal ini. Benar aku menyayangimu, tapi ada yang lebih berhak kau tanggapi kasihnya. Betul, aku menghkawatirkanmu, tapi aku juga tidak boleh egois dengan memaksamu terus ada bersamaku. Nyaman memang menyusahkan. Tapi dia juga tidak pantas disalahkan.
Kadang aku juga heran dengan situasi seperti ini. Kenapa bisa seperti ini? Kenapa aku mengenalmu? dan beribu pertanyaan paling mendasar yang mengorek tentang ;kenapa caraku mengenalimu seperti ini’.
Sudahlah, satu waktu, aku pernah melihat aku dan kau sebagai orang lain. Aku orang asing dan kau juga. Kita sama-sama punya mimpi. Sama-sama punya cinta-cita. Kau punya keadaan yang sangat kau suka atau tidak suka. Begitupun aku. Maka, aku bercermin lalu berdoa agar kau, selalu baik-baik saja.



Senyummu adalah lambang peristiwa
Aku bisa bangun setelah jatuh berdarah
Kemudian kau bergumam entah apa
Sambil mulai berdiri, aku berharap kau mendoakan keselamatanku
 Sentuhanmu adalah lambang peristiwa
Aku bisa tidur setelah lama insomnia
Sejak sentuhan pertama, aku berharap
Semoga kau betah berlama-lama
 Tatapanmu adalah lambang peristiwa
Aku bisa semangat setelah terpenjara
Namun, aku curiga
Bening matamu akan lenyap ditelan kata-kata
 

0 komentar:

Posting Komentar