@affa_esens |
Dalam suatu kesempatan, Romo KH. M. Idris Djamaluddin bercerita tentang
apa yang pernah dikisahkan oleh Abah Beliau, Romo KH. Moch. Djamaluddin Ahmad.
Romo Kh. Moch. Djamaluddin Ahmad, mondok di Tambakberas 6 tahun. Kemudian
mondok di Mbah Baidlowi - Lasem 5 Tahun, lalu pulang. Disela-sela itu, beliau
menyempatkan diri mondok di Tretek-Pare, Lirboyo-Kediri, Poncol-Sala tiga.
Jadi, ilmu syari’atnya beliau dapatkan di Tambakberas, sedangkan ilmu tashawwuf
dan haqiqatnya beliau peroleh di Mbah Baidlowi – lasem. Mbah Baidlowi itu
terkenal orang yang sufi, ‘alim, ma’rifat, juga mursyid thoriqoh.
Kyai Djamal bercerita:
Dulu aku masuk pesantren Tambakberas kelas 5 Madrasah Ibtida' (MI). Karibku, sudah kelas 6
MI. Begitu aku sudah lulus kelas 4 Mu’allimin (lanjutan dari MI. dan dulu mu’allimin itu 4 tahun,
sekarang 6 tahun), temanku ini masih kelas 6 MI. Jadi dia tidak naik kelas
selama 6 Tahun. Setelah itu, aku sudah
ndak pernah ketemu.
Suatu ketika aku
diundang ngaji di daerah jawa tengah. Pondoknya besar, santrinya ribuan.
Padahal pondok tambakberas, waktu itu, santrinya masih ratusan.
Aku kaget,
ternyata yang menjadi pengasuh pesantrennya adalah teman saya di Tambakberas
dulu, yang tidak naik kelas selama 6 tahun itu.
Akhire aku
tanya:
“Kang (sebutan akrab bagi santri), yang
menjadi kebiasaanmu dipondok dulu apa? yang ajeg Sampean lakukan dulu apa? Kok
bisa menjadi seperti ini?”
“Kang Djamal. Aku dulu dipondok bondo sikat. Bukan
sikat gigi, tapi sikat kamar mandi. Jadi setiap hari, aku membersihkan kamar
mandi masjid. Nyikati nggon pipise santri, ngersik’i lantai sing ngetel kuning
iku. Kadang-kadang di gedor sama santri lain, ‘Woi, lek nang jeding ojo
suwe-suwe. Gantian!!’
Hari ini kamar mandi ini, kemudian besoknya kamar
mandi sebelah”
Dan itu beliau
lakukan selama mondok di Tambakberas. Santri-santri lain ndak ada yang tahu.
Bahkan saya sendiri, sebagai teman dekatnya saja tidak tahu kalau Istiqomahnya tiap
hari seperti itu.
___________
بَرَÙƒَØ©ُ
اْلعِÙ„ْÙ…ِ بِالْØ®ِذْÙ…َØ©ِ
Ternyata ilmu
yang sedikit walaupun nggak munggah, nggak munggah iku mau, jadi
barokah.
Barokah itu apa?
Barokah iku mundak, mundak, mundak.
Mungkin ilmu
yang dibawa Kang santri, teman kyai Djamal iku sedikit. Tapi karena barokah,
jadi mundak, mundak, mundak, mundak.
Dipesantren
kalau memberi makna lafadz baroka itukan mugi-mugi nambahi kebagusan.
Maka dari
itu,
جَدَّ
Ùˆَ Ùˆَرَعَ Ùˆَ Ø®َدَÙ…َ
“Bersungguh-sungguh, wira’i
(berusaha meninggalkan hal-hal yang makruh dan syubhat. Apalagi haram),
dan Kidmad (mengabdikan diri)”
Jadda,
akhire pinter. Waro’a akhire manfaat. Khodama, akhire barokah.
Diantara kunci keberhasilan santri:
Dulu ada wali santri yang anaknya mondok di Muhibbin mbeling. Waktu sowan ke Mbah Kyai Husai Ilyas – Mojokerto, beliau nggujeng (tersenyum). Beliau dawuh:
“Pak, samian lek mondokno anak nang Tambakberas, siji, kudu yaqin! Nomer loro, kudu ikhlas”.
#
Catatan kecil dari rekaman pengajian oleh Romo KH. M. Idris Djamaluddin.
Catatan kecil dari rekaman pengajian oleh Romo KH. M. Idris Djamaluddin.
Klik disini untuk mendengarkan.