Rabu, 31 Juli 2019

Sebuah Usaha Membenamkan

“Aku berusaha tidak mengingat, tapi wajahmu terlanjur lekat”



Perihal rindu, siapa juga yang akan tahu kapan datangnya, seberapa lama, dan bagaimana cara menetralisirnya.
                Dengan pertemuan kah? Kamu bisa jamin, kalau pertemuan adalah obat rindu? Bahkan banyak orang yang mengakui bahwa ketika bertemu pun, rindu belum tuntas. Lantas apa?
                Dan kita tidak bisa menentukan jawaban pastinya. Yang bisa hanyalah sang perindu. Dia akan tahu bagaimana sekiranya rindu yang ia rasakan paripurna. Karena sejatinya, perindu adalah sebuah alibi bagi sesuatu yang diinginkan seseorang terhadap orang lain. Maka, rindu menjadi semacam jelmaan ‘pengalihan’ istilah.
                Dan malam ini, sebenernya aku ingin bercerita banyak tentang rindu-rindu yang sempat bertamu dikepalaku. Aku ingin kembali mengenangnya, membesuknya barangkali masih banyak sisa-sisa rindu yang belum sempat terjamah. Tapi rasanya aku tak tega kepada malam. Malam selalu mau ku tempati merenung macam-macam.
                Rambutmu licin, sedikit pirang. Alis sobek (aku suka), bulu mata yang pas (tidak terlalu tebal juga tidak terlalu tipis), hidung yang indah, bibir mengkilat (seakan selalu basah), dan kesemuanya itu berpadu dalam dirimu.
                Belum lagi soal manjamu itu. Ah, bagaimana bisa aku berhenti mengingat itu. Aku mencoba memejamkan mata, tapi samar-samar senyummu mulai tergambar. Aku berusaha lebih terpejam, tapi samar suaramu membuatku tenggelam.
                Sampai akhirnya aku memutuskan untuk tetap berlarut-larut, tetap terpejam. Aku membiarkan semua tentangmu membuntuti malamku, dan aku menjelmakanya sebagai kenikmatan. Aku lebih khawatir lagi jika membuka mata tapi tak ada dirimu. Akan lebih sesak. Dan malamku hanya akan penuh dengan harapan-harapan hampa.
                Diantara tahapan yang terjadi, adalah keingin tahuanku soal dirimu. Bagaimana perasaanmu saat aku sedang rindu? Apakah sama? Atau malah tidak sama sekali? Dan pertanyaan itu selalu saja kubuang jauh-jauh. Berbahaya sekali jika kusisipkan, bahkan masih tersimpan. Akan sangat menggangu ketenanganku dalam merindukanmu.
                Masih banyak yang ingin kutuliskan. Aku berkeinginan untuk menuliskan semuanya. Sampai entah kapan akhiran dari tulisan ini, untukmu. Tapi tidak sekarang, nyicil. Besok masih ada hari. Dan semoga makin hari kita semakin membaik.

Maaf, bila rinduku berlebihan.   

0 komentar:

Posting Komentar